Sabtu, 03 April 2010

Prolog . . .

Dalam kebekuan malam, ia duduk menyendiri. Di tepi Gangga, ia merenung dan merasa bersalah. Arus sungai nan suci itu membuatnya hanyut dalam kenangan-kenangan masa lalunya. Raungan binatang-binatang malam tak menggoyahkan khidmatnya. Disaksikan bulan yang tersenyum lebar dan sejuta bintang yang menerangi, ia mengeluh.

"Maafkan aku, Gangga. Aku telah mengkhianati janji suci cintaku kepadamu."

Angin berhembus pelan. Alam seolah terpaku. Nuansa-nuansa mistis menyeruak.

"Aku benar-benar tak mampu mengelak dari perasaan ini, Gangga. Aku tak bisa melepaskan ikatannya. Ia begitu dalam menyentuhku. Serupa dengan yang dulu kau lakukan padaku. Parasnya mengingatkanku pada paras wajahmu. Aku tahu, mungkin ini salah. Tapi, aku harus bagaimana Gangga ? Kini, aku benar-benar mencintainya. Maafkan aku, Gangga."

Mendung menggelayuti langit. Awan-awan kelabu menutupi sinar sang rembulan. Bintang-bintang pulang kembali dalam peraduannya. Rintik-rintik gerimis mulai deras membasahi bumi.

"Aku tahu aku salah. Namun, mau bagaimana lagi. Aku telah terjerat. Aku tak bisa lepas. Bayangannya selalu hadir menghantui malam-malamku. Gangga, istriku tercinta, apa yang harus lakukan ?"

Lelaki itu, jatuh tersungkur. Gerimis membasahi jubah kebesarannya sebagai seorang Raja Hastina. Ia menangis tersedu di tepi sungai. Menyesali perbuatannya. Menyesali pengkhianatannya.

Sungai Gangga semakin deras mengalirkan arusnya. Seolah marah, ia hantam dengan keras batu-batu yang ada di tengah kali.

Malam itu, semuanya terhening. Sebuah tragedi besar nan tragis akan segera berawal. Sebuah tragedi yang akan mengguncang dunia dengan kedahsyatannya.

Dan dari Sentanu, lelaki itu, semuanya berpangkal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar